Jurnal Sosiologi


DAMPAK KAWASAN KOST MAHASISWA TERHADAP PENURUNAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
Rizal Anggara Mukti
ABSTRAK
Kawasan Kost Terusan Ambarawa merupakan kawasan kost yang strategis. Oleh karena itu kawasan ini membentuk pemukiman yang padat. Kepadatan bangunan ini mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan hidup. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dampak yang terjadi akibat kost yang padat. Kepadatan ini dapat diatasi dengan penataan kawasan serta peremajaan daya dukung lingkungan layak. Jadi kost yang padat dapat mempengaruhi keadaan sosial masyarakat, namun dapat diminimalisir dengan perbaikan lingkungan.
Kata kunci : dampak bangunan,keadaan sosial, lingkungan layak
LATAR BELAKANG
Saat ini standar tingkat pendidikan di Indonesia semakin tinggi, hal ini dibuktikan dengan semakin banyaknya lulusan SMA yang melanjutkan pendidikan  ke Perguruan Tinggi. Kota  Malang yang memiliki julukan Kota Pendidikan hampir setiap tahun kurang lebih 6000 pendatang baru yang didominasi mahasiswa. Salah satu perguruan tinggi yang menjadi tujuan adalah Universitas Negeri Malang.
Besarnya daya tampung universitas menambah jumlah mahasiswa. Mahasiswa baru di Universitas Negeri Malang kebanyakan berasal dari luar Kota Malang, bahkan ada beberapa mahasiswa yang berasal dari provinsi lain. Hal ini menyebabkan mahasiswa yang berasal dari lain daerah memerlukan penginapan atau tempat kost yang diperlukan selama kuliahan berlangsung. Tentunya tempat kost yang mahasiswa cari adalah tempat yang memiliki akses terbaik untuk menuju kampus. Sehingga banyak bermunculan kawasan kost di sekitar area kampus.
Jumlah mahasiswa yang besar menjadikan semakin padat dan maraknya kost yang cenderung menggerombol di sekitar kawasan universitas. Tanpa adanya kontrol dan penataan kawasan kost, maka pertumbuhan ini akan semakin liar. Ditambah lagi umumnya mahasiswa mencari tempat kost dengan biaya sewa yang murah. Karena kebiasaan harga sewa murah itu munculah tempat kost dengan harga yang miring dengan mengabaikan aspek-aspek lingkungan serta standarisasi  hunian layak. Kepadatan ini akan menimbulkan masalah-masalah sosial yang akan semakin besar setiap waktunya. Munculnya kekumuhan akan membawa banyak permasalahan pula, mulai dari kesehatan, persediaan air bersih, polusi udara, serta banyak masalah lainnya.
“Kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan mahluk hidup, termasuk didalamnya manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lainnya”. Lingkungan hidup menurut pendapat G.Melvyn Horve (1980)
            Lingkungan hidup yang ada di sekitar kawasan kost juga rusak. Karena tercemar oleh limbah rumah tangga. Kawasan kost yang sama sekali tak memperhitungkan tempat serapan air berdampak kepada persediaan air tanah yang semakin berkurang. Ditambah pula dengan pemakaian air tanah yang berlebih oleh penduduk sekitar. Pembuatan kakus yang terlalu dekat dengan sumur juga akan mencemari kandungan air tanah, hal ini dilihat dari jarak rumah yang terlalu dekat. Bahkan saluran pembuangan air yang terbuka dan menggenang ditambah dengan binatang penyebar yang akan menyebabkan penyakit seperti demam berdarah, muntaber, diare dan penyakit lainnya. “Lingkungan yang sehat dan aman yang didukung dengan prasarana, sarana dan utilitas umum adalah lingkungan hunian dengan batas-batas fisik tertentu baik merupakan bagian dari kawasan permukiman maupun kawasan dengan fungsi khusus yang keberadaannya didominasi oleh rumah-rumah dan dilengkapi dengan PSU untuk menyelenggarakan kegiatan penduduk yang tinggal didalamnya dalam lingkup terbatas dengan penataan sesuai tata ruang dan menjamin kesehatan serta keamanan bagi masyarakat.” ( Rakonreg Kementerian Perumahan Rakyat  2013 ). Dengan demikian telah menunjukkan standar kelayakan lingkungan yang sangat bertolak belakang dengan keberadaan kawasan kost Ambarawa yang tak sesuai dengan syarat lingkungan hidup yang ada.
Rumah layak huni adalah rumah yang memenuhi persyaratan keselamatan bangunan dan kecukupan minimum luas bangunan serta kesehatan penghuninya.” ( Rakonreg Kementerian Perumahan Rakyat  2013 ). Menurut Silas (2008: 369), rumah disebut layak bila memenuhi aspek sehat, aman, terjamin, dapat dicapai dan mampu dibayar, termasuk kebutuhan dasar, bebas dikriminasi dan kepastian kepemilikannya.
“Lingkungan sosial merupakan lingkungan yang terdiri dari orang – orang, baik individual maupun kelompok yang berada di sekitar manusia” ( Soerjono Soekanto, 1982 : 339 ) “Masalah generasi muda pada umumnya ditandai oleh dua ciri yang berlawanan, yakni keinginan untuk  melawan dan sikap yang apatis” ( Soerjono Soekanto, 1982 : 325 )
            Budaya kehidupan yang bebas di kawasan kost akan mengurangi rasa peduli antar penduduknya. Kepedulian sosial akan menurun, karena antar individu tak saling mengenal. Hal ini akan menciptakan masyarakat yang apatis serta kehidupan yang bebas yang dapat melanggar norma - norma kemasyakatan di kawasan tersebut. Namun hal ini dapat dicegah apabila masyarakat sekitar dapat bekerja sama untuk menegakkan peraturan dan norma adat yang ada. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kelayakan kawasan kost di Ambarawa, serta dampak kost terhadap lingkungan hidup di Ambarawa, pengaruh kondisi kost di Ambarawa terhadap mahasiswa di daerah itu. Untuk itu perlunya pengamatan agar tujuan itu dapat terwujud.
Metode
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode observasi lapangan. Pengamatan dilakukan di kawasan Terusan Ambarawa yang berloksi di tepi sebelah barat areal kampus pusat Universitas Negeri Malang. Analisis penelitian ini adalah lingkungan sekitar kampus, berdasarkan acuan itu maka objek penelitian ini adalah lingkungan hidup di daerah Ambarawa. Selain itu penelitian ini juga menggunakan sumber informasi lain berupa media cetak, internet serta buku referensi yang mendukung penelitian ini.
Hasil
Syarat Rumah Layak
Menurut WHO, rumah adalah struktur fisik atau bangunan untuk tempat berlindung, dimana lingkungan berguna untuk kesehatan jasmani dan rohani serta keadaan sosialnya baik untuk kesehatan keluarga dan individu (Komisi WHO Mengenai Kesehatan dan Lingkungan, 2001).
Prasarana lingkungan pemukiman adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang memungkinkan lingkungan pemukiman dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Prasarana utama meliputi jaringan jalan, jaringan pembuangan air limbah dan sampah, jaringan pematusan air hujan, jaringan pengadaan air bersih, jaringan listrik, telepon, gas, dan sebagainya. Jaringan primer prasarana lingkungan adalah jaringan utama yang menghubungkan a ntara kawasan pemukiman atau antara kawasan pemukiman dengan kawasan lainnya. Jaringan sekunder prasarana lingkungan adalah jaringan cabang dari jaringan primer yang melayani kebutuhan di dal am satu satuan lingkungan pemukiman.
Sarana lingkungan pemukiman adalah fasilitas penunjang yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya. Contoh sarana lingkungan pemukiman adalah fasilitas pusat perbelanjaan, pelayanan umum, pendidikan dan kesehatan, tempat peribadatan, rekreasi dan ola hraga, pertamanan, pemakaman.
Selanjutnya istilah utilitas umum mengacu pada sarana penunjang untuk pelayanan lingkungan pemukiman, meliputi jar ingan air bersih, listrik, telepon, gas, transportasi, dan pemadam kebakaran. Utilitas umum membutuhkan pengelolaan profesional dan berkelanjutan oleh suatu badan usaha. ( Keman, Soedjajadi. 2005. Kesehatan Perumahan dan Kesehatan Lingkungan, 1 (2) : 4 )

Persyaratan kesehatan perumahan dan lingkungan pemukiman menurut Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) No. 829/Menkes/SK/VII/1999 meliputi parameter sebagai berikut :
1. Lokasi
a. Tidak terletak pada daerah rawan bencana alam seperti bantaran sungai, aliran lahar, tanah longsor, gelombang tsunami, daerah gempa, dan sebagainya.
b. Tidak terletak pada daerah bekas tempat pembuangan akhir (TPA) sampah atau bekas tambang.
c. Tidak terletak pada daerah rawan kecelakaan dan daerah kebakaran seperti jalur pendaratan penerbangan.
2. Kualitas udara
Kualitas udara ambien di lingkungan perumahan harus bebas dari gangguan gas beracun dan memenuhi syarat baku mutu lingkungan sebagai berikut :
a. Gas H2S dan NH3 secara biologis tidak terdeteksi.
b. Debu dengan diameter kurang dari 10 g maksimum 150 g/m3.
c. Gas SO2 maksimum 0,10 ppm.
d. Debu maksimum 350 mm3/m2 per hari.
3. Kebisingan dan getaran
a. Kebisingan dianjurkan 45 dB.A, maksimum 55 dB.A.
b. Tingkat getaran maksimum 10 mm/detik.
4. Kualitas tanah di daerah perumahan dan pemukiman
a. Kandungan Timah hitam (Pb) maksimum 300 mg/kg.
b. Kandungan Arsenik (As) total maksimum 100 mg/kg.
c. Kandungan Cadmium (Cd) maksimum 20 mg/kg.
d. Kandungan Benzo(a)pyrene maksimum 1 mg/kg.
5. Prasarana dan sarana lingkungan
a. Memiliki taman bermain untuk anak, sarana rekreasi keluarga dengan konstruksi yang aman dari kecelakaan.
b. Memiliki sarana drainase yang tidak menjadi tempat perindukan vektor penyakit.
c. Memiliki sarana jalan lingkungan dengan ketentuan konstruksi jalan tidak mengganggu kesehatan, konstruksi trotoar tidak membahayakan pejalan kaki dan penyandang cacat, jembatan harus memiliki pagar pengaman, lampu penerangan jalan tidak menyilaukan mata.
d. Tersedia cukup air bersih sepanjang waktu dengan kualitas air yang memenuhi persyaratan kesehatan.
e. Pengelolaan pembuangan tinja dan limbah rumah tangga harus memenuhi persyaratan kesehatan.
f. Pengelolaan pembuangan sampah rumah tangga harus memenuhi syarat kesehatan.
g. Memiliki akses terhadap sarana pelayanan kesehatan, komunikasi, tempat kerja, tempat hiburan, tempat pendidikan, kesenian, dan lain sebagainya.
h. Pengaturan instalasi listrik harus menjamin keamanan penghuninya.
i. Tempat pengelolaan makanan (TPM) harus menjamin tidak terjadi kontaminasi makanan yang dapat menimbulkan keracunan.
6. Vektor penyakit
a. Indeks lalat harus memenuhi syarat.
b. Indeks jentik nyamuk dibawah 5%.
7. Penghijauan
Pepohonan untuk penghijauan lingkungan pemukiman merupakan pelindung dan juga berfungsi untuk kesejukan, keindahan dan kelestarian alam.

Adapun ketentuan persyaratan kesehatan rumah tinggal menurut Kepmenkes No. 829/Menkes/SK/VII/1999 adalah sebagai berikut :
1. Bahan bangunan
a. Tidak terbuat dari bahan yang dapat melepaskan bahan yang dapat membahayakan kesehatan, an tara lain : debu total kurang dari 150 g/m2, asbestos kurang dari 0,5 serat/m 3 per 24 jam, plumbum (Pb) kurang dari 300 mg/kg.
b. Bahan tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tumbuh dan berkembangnya mikroorganisme patogen.
2. Komponen dan penataan ruangan
a. Lantai kedap air dan mudah dibersihkan.
b. Dinding rumah memiliki ventilasi, di kamar mandi dan kamar cuci kedap air dan mudah dibersihkan.
c. Langit-langit rumah mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan.
d. Bumbungan rumah 10 m dan ada penangkal petir.
e. Ruang ditata sesuai dengan fungsi dan peruntukannya.
f. Dapur harus memiliki sarana pembuangan asap.
3. Pencahayaan
Pencahayaan alam dan/atau buatan langsung maupun tidak langsung dapat menerangi seluruh ruangan dengan intensitas penerangan minimal 60 lux dan tidak menyilaukan mata.
4. Kualitas udara
a. Suhu udara nyaman antara 18 – 30 °C.
b. Kelembaban udara 40 – 70 %.
c. Gas SO2 kurang dari 0,10 ppm/24 jam.
d. Pertukaran udara 5 kali3/menit/penghuni.
e. Gas CO kurang dari 100 ppm/8 jam.
f. Gas formaldehid kurang dari 120 mg/m3.
5. Ventilasi
Luas lubang ventilasi alamiah yang permanen minimal 10% luas lantai.
6. Vektor penyakit
Tidak ada lalat, nyamuk ataupun tikus yang bersarang di dalam rumah.
7. Penyediaan air
a. Tersedia sarana penyediaan air bersih dengan kapasitas minimal 60 liter/orang/hari.
b. Kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air bersih dan/atau air minum menurut Permenkes 416 tahun 1990 dan Kepmenkes 907 tahun 2002.
8. Sarana penyimpanan makanan
Tersedia sarana penyimpanan makanan yang aman.
9. Pembuangan Limbah
a. Limbah cair yang berasal rumah tangga tidak mencemari sumber air, tidak menimbulkan bau, dan tidak mencemari permukaan tanah.
b. Limbah padat harus dikelola dengan baik agar tidak menimbulkan bau, tidak mencemari permukaan tanah dan air tanah.
10. Kepadatan hunian
Luas kamar tidur minimal 8 m2 dan dianjurkan tidak untuk lebih dari 2 orang.
Persyaratan tersebut diatas berlaku juga terhadap kondominium, rumah susun (rusun), rumah toko (ruko), rumah kantor (rukan) pada zona pemukiman. Pelaksanaan ketentuan mengenai persyaratan kesehatan perumahan dan lingkungan pemukiman menjadi tanggung jawab pengembang atau penyelenggara pembangunan perumahan, dan pemilik atau penghuni rumah tinggal untuk rumah. Penyelenggara pembangunan perumahan (pengembang) yang tidak memenuhi ketentuan tentang persyaratan kesehatan perumahan dan lingkungan pemukiman dapat dikenai sanksi pidana dan/atau sanksi administrasi sesuai dengan UU No. 4 /1992 tentang Perumahan dan Pemukiman, dan UU No. 23 /1992 tentang Kesehatan, serta peraturan pelaksanaannya.
Bagi pemilik rumah yang belum memenuhi ketentuan tersebut diatas tidak dapat dikenai sanksi, tetapi dibina agar segera dapat memenuhi persyaratan kesehatan rumah.  (Keman, Soedjajadi. 2005. Kesehatan Perumahan dan Kesehatan Lingkungan, 1 (2) : 36-39).
Kondisi Umum Wilayah Kost Ambarawa
            Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan, bahwa bangunan kost sangat rapat tidak ada jarak antar bangunan hingga terlihat menyatu antar bangunan. Saluran pembuangan limbah keluarga berupa selokan yang kecil serta tak tertutup hingga mengakibatkan polusi udara untuk warga sekitar. Terdapatnya vektor penyakit berupa lalat, kecok ataupun tikus. Vektor penyakit berupa lalat banyak terdapat di warung terbuka di pinggir jalan. Di kawasan Ambarawa tak ada kawasan terbuka hijau yang cukup untuk menyejukkan tempat ini. Jalan yang ada juga sangat sempit, hanya cukup untuk satu mobil berakibat kemacetan. Sehingga dengan kemacetan yang sering terjadi ditambah bangunan yang padat dan rapat serta tak ada cukup pohon untuk menyejukkan, polusi udara yang parah pun terjadi. Mahasiswa yang bertinggal di daerah Ambarawa setiap hari menjalani kejadian seperti itu dan berlangsung selama bertahun-tahun.
            Kondisi rumah yaang luasnya kecil namun dibangun bertingkat agar dapat dibuat kamar kost dalam jumlah banyak di lahan yang sempit. Namun luas perkamar tak menyukupi standar, bahkan ada yang kurang dari 6 m2 itupun didiami oleh dua orang. Sebagaian kamar hunian tak mamiliki ventilasi udara, hanya terdapat pintu. Kondisi air apabila mengambil dari sumur maka akan bewarna kekuning kuningan dan berbau. Dengan air itu pula masyarakat memenuhi kebutuhan sehari-harinya.
            Rumah yang sangat berdempet, hingga suara tetangga terdengar di dalam kamar. Kondisi seperti ini yang membuat mahasiswa menjadi mengabaikan kondisi sekitar yang kurang berkepentingan oleh dirinya. Karena apabila mereka terus mendengarkan maka ia tak punya waktu untuk beristirahat. Kondisi ini melatih mahasiswa untuk bersikap acuh setiap harinya. Karena tak berhubungan dengan dirinya maka ia tak akan peduli. Ketidakpedulian ini juga karena penghuni dalam kost senantiasa berganti-ganti dengan cepat hingga tak cukup waktu untuk interaksi secara intensif antara warga kamar satu dengan yang lain.
Pembahasan
            Pemukiman adalah sebuah bagian dari lingkungan hidup yang berada di perkotaan maupun di pedesaan. Pemukiman ini memiliki fungsi berupa sebagai tempat tinggal ataupun hunian dan tempat kegiatan untuk mendukung penghidupan. Pemukiman ini tak terlepas dari prasarana lingkungan pemukiman, sarana lingkungan pemukiman, dan utilitas umum.
            Rumah adalah bangunan untuk tempat berlindung, untuk mendukung jasmani dan rohani serta dengan sosial yang baik  untuk kesehatan individu maupun keluarga. Sebuah rumah tentunya memerlukan prasyarat rumah untuk layak huni. Hal ini perlu diperhatikan terkait individu yang tinggal dalam rumah tersebut. Prasyarat ini meliputi tinggi rumah, keberadaan ventilasi yang cukup, sanitasi yang baik, keberadaan sumber air yang cukup, serta jarak antar bangunan.
            Kawasan kost Terusan Ambarawa merupakan kawasan kost yang strategis bagi mahasiswa karena berada sangat dekat dengan Universitas Negeri Malang bagian sebelah barat. Karena begitu strategisnya kawasan ini, muncullah kawasan kost yang semakin padatnya tanpa melihat keberadaan daya dukung lingkungan hidup yang ada. Masyarakat Terusan Ambarawa membuat rumah untuk kost tanpa melihat prasyarat rumah layak yang ada karena memerlukan biaya yang lebih besar. Sedangkan pemilik kost di Ambarawa bersaing harga untuk dapat memikat mahasiswa.
            Pengelolaan limbah keluarga cair kurang diperhatikan. Limbah ini hanya dialirkan langsung ke selokan yang ada. Sehingga timbulah bau yang mengganggu lingkungan sekitar. Hal ini ditambah pula dengan aliran pembuangan yang tak tertutup, saluran yang ada dapat menjadi sarang vektor yang akan menyebarkan bibit-bibit penyakit. Pengelolaan limbah disalurkan langsung ke selokan karena pemukiman yang padat hingga tak cukupnya jarak yang sehat untuk membuat kakus, karena kakus yang tak  memenuhi jarak strandar akan mencemari air tanah. Sehingga pengeloaan limbah di Terusan Ambarawa tak memenuhi standar prasyarat lingkungan layak.
            Penyediaan air tanah yang buruk di Terusan Ambarawa. Hal ini dibuktikan dengan rumah kost yang menggunakan sumur mempunyai air yang bewarna kekuningan serta berbau. Air ini yang digunakan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari dari mandi, mencuci, hingga memasak. Sehingga keadaan air sumur di kawasan kost Terusan Ambarawa tak memenuhi kelayakan rumah serta prasarana dan sarana lingkungan.
            Bangunan rumah kost yang ada, kerap kali memiliki jumlah kamar yang banyak. Karena mengejar jumlah kamar yang banyak ini, pemilik kost  menghiraukan aspek ventilasi dan luas ruangan minimal yang ada. Sehingga terdapat rumah kost yang kamarnya tak memiliki ventilasi permanen hanya terdapat pintu saja. Luas ruangan pun kurang dari 6 m2, itupun dihuni oleh dua orang mahasiswa. Jarak antar rumah atau bangunan juga kurang diperhatikan, hal ini ditunjukakan dengan bangunan yang sangat berdempet. Struktur bangunan ini sudah menyalahi strandar kelayakan hunian. Terkait pula dengan akses jalan di sekitar rumah. Banyak yang hanya berupa jalan yang cukup untuk satu orang saja. Hingga akses menuju rumah ini cukup sulit.
            Masalah-masalah yang ada tersebut dapat mempengaruhi aspek sosial mahasiswa. Karena dengan tak memperhitungkan jarak antar bangunan maka mahasiswa akan terbiasa untuk menghiraukan sesuatu. Sehingga timbulah jiwa yang apatis, tak peduli dengan orang lain. Kehidupan dengan interaksi yang kurang antara penghuni kost serumah mengakibatkan mahasiswa cenderung tidak nyaman jadi lebih suka keluar kost untuk memperoleh kenyamanan. Hal ini mendorong terjadinya pergaulan bebas. Karena itulah pentingnya kelayakan hidup layak  dengan memperhitungkan lingkungan hidup sekitar untuk prasarana, sarana lingkungan dan utilitas umum.
Penataan kawasan kost perlu dilakukan, karena dengan bentuk pola kawasan kost yang seperti sekarang akan menimbulkan kekumuhan. Perancangan pola kawasan kost perlu ditegaskan, agar tercipta  kawasan yang terkonsep. Hal ini juga berpengaruh pada pembatasan pembangunan kost agar dapat mengurangi kekumuhan di kawasan ini. Peremajaan kawasan kost di Terusan Ambarawa penting untuk dilakukan demi membangkitkan kembali daya dukung lingkungan hidup agar kembali layak untuk ditinggali. Karena kelayakan sebuah hunian tak terlepas oleh prasarana, sarana, dan utilitas umum lingkungan hidup layak.

KESIMPULAN
            Kesimpulan dari penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) Kawasan Kost Terusan Amabawa membawa dapat yaitu dengan penurunan kualitas lingkungan hidup; (2) Dengan daya dukungang kualitas lingkungan hidup yang terus menurun, maka kelayakan huni kawasan kost Terusan Ambarawa semakin jauh; (3) Rumah kost yang tak layak huni akan berpengaruh pada kepedulian sosial mahasiswa penghuninya menjadi cenderung apatis.



DAFTAR RUJUKAN
Keman, Soedjajadi. 2005. Kesehatan Perumahan dan Kesehatan Lingkungan, (online), (http://journal.unair.ac.id/filerPDF/KESLING-2-1-04.pdf), diakses tanggal 1 mei 2013
Kepmenkes RI No. 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan. Jakarta : Departemen Kesehatan R.I.
Undang-Undang RI No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman. Jakarta : Departemen Kesehatan R.I.
Undang-Undang RI No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Jakarta :Departemen Kesehatan R.I.
Soerjono Soekanto, 1982 Pengantar Sosiologi. Jakarta : Rajawali Pers
Kementerian perumahan rakyat republik indonesia tentang rakonreg kementerian perumahan rakyat 2013. Jakarta
Komisi WHO Mengenai Kesehatan dan Lingkungan . (2001). Planet Kita Kesehatan Kita Kusnanto H (Editor). Yogyakarta : Gajah Mada University Press, p. 279.




Comments

Popular posts from this blog

Pendekatan Geografi dalam kehidupan sehari hari

Geomorfologi Papua