Jurnal Sosiologi
DAMPAK
KAWASAN KOST MAHASISWA TERHADAP PENURUNAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
Rizal
Anggara Mukti
ABSTRAK
Kawasan
Kost Terusan Ambarawa merupakan kawasan kost yang strategis. Oleh karena itu
kawasan ini membentuk pemukiman yang padat. Kepadatan bangunan ini mengakibatkan
penurunan kualitas lingkungan hidup. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
dampak yang terjadi akibat kost yang padat. Kepadatan ini dapat diatasi dengan
penataan kawasan serta peremajaan daya dukung lingkungan layak. Jadi kost yang
padat dapat mempengaruhi keadaan sosial masyarakat, namun dapat diminimalisir
dengan perbaikan lingkungan.
Kata
kunci : dampak bangunan,keadaan sosial, lingkungan layak
LATAR BELAKANG
Saat
ini standar tingkat pendidikan di Indonesia semakin tinggi, hal ini dibuktikan
dengan semakin banyaknya lulusan SMA yang melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi. Kota Malang yang memiliki julukan Kota Pendidikan
hampir setiap tahun kurang lebih 6000 pendatang baru yang didominasi mahasiswa.
Salah satu perguruan tinggi yang menjadi tujuan adalah Universitas Negeri
Malang.
Besarnya
daya tampung universitas menambah jumlah mahasiswa. Mahasiswa baru di
Universitas Negeri Malang kebanyakan berasal dari luar Kota Malang, bahkan ada
beberapa mahasiswa yang berasal dari provinsi lain. Hal ini menyebabkan
mahasiswa yang berasal dari lain daerah memerlukan penginapan atau tempat kost
yang diperlukan selama kuliahan berlangsung. Tentunya tempat kost yang
mahasiswa cari adalah tempat yang memiliki akses terbaik untuk menuju kampus.
Sehingga banyak bermunculan kawasan kost di sekitar area kampus.
Jumlah
mahasiswa yang besar menjadikan semakin padat dan maraknya kost yang cenderung
menggerombol di sekitar kawasan universitas. Tanpa adanya kontrol dan penataan
kawasan kost, maka pertumbuhan ini akan semakin liar. Ditambah lagi umumnya
mahasiswa mencari tempat kost dengan biaya sewa yang murah. Karena kebiasaan harga
sewa murah itu munculah tempat kost dengan harga yang miring dengan mengabaikan
aspek-aspek lingkungan serta standarisasi hunian layak. Kepadatan ini akan menimbulkan
masalah-masalah sosial yang akan semakin besar setiap waktunya. Munculnya kekumuhan akan membawa
banyak permasalahan pula, mulai dari kesehatan, persediaan air bersih, polusi
udara, serta banyak masalah lainnya.
“Kesatuan
ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan mahluk hidup, termasuk didalamnya
manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi perikehidupan dan kesejahteraan manusia
serta mahluk hidup lainnya”. Lingkungan hidup menurut pendapat G.Melvyn Horve
(1980)
Lingkungan hidup yang ada di sekitar
kawasan kost juga rusak. Karena tercemar oleh limbah rumah tangga. Kawasan kost
yang sama sekali tak memperhitungkan tempat serapan air berdampak kepada persediaan
air tanah yang semakin berkurang. Ditambah pula dengan pemakaian air tanah yang
berlebih oleh penduduk sekitar. Pembuatan kakus yang terlalu dekat dengan sumur
juga akan mencemari kandungan air tanah, hal ini dilihat dari jarak rumah yang
terlalu dekat. Bahkan saluran pembuangan air yang terbuka dan menggenang
ditambah dengan binatang penyebar yang akan menyebabkan penyakit seperti demam
berdarah, muntaber, diare dan penyakit lainnya. “Lingkungan yang sehat dan aman yang didukung dengan
prasarana, sarana dan utilitas umum adalah lingkungan hunian dengan batas-batas
fisik tertentu baik merupakan bagian dari kawasan permukiman maupun kawasan
dengan fungsi khusus yang keberadaannya didominasi oleh rumah-rumah dan
dilengkapi dengan PSU untuk menyelenggarakan kegiatan penduduk yang tinggal
didalamnya dalam lingkup terbatas dengan penataan sesuai tata ruang dan menjamin
kesehatan serta keamanan bagi masyarakat.” ( Rakonreg Kementerian Perumahan Rakyat 2013 ). Dengan demikian
telah menunjukkan standar kelayakan lingkungan yang sangat bertolak belakang
dengan keberadaan kawasan kost Ambarawa yang tak sesuai dengan syarat
lingkungan hidup yang ada.
“Rumah layak huni adalah rumah yang memenuhi
persyaratan keselamatan bangunan dan kecukupan minimum luas bangunan serta
kesehatan penghuninya.” ( Rakonreg Kementerian Perumahan Rakyat 2013 ). Menurut Silas
(2008: 369), rumah disebut layak bila memenuhi aspek sehat, aman, terjamin,
dapat dicapai dan mampu dibayar, termasuk kebutuhan dasar, bebas dikriminasi
dan kepastian kepemilikannya.
“Lingkungan
sosial merupakan lingkungan yang terdiri dari orang – orang, baik individual
maupun kelompok yang berada di sekitar manusia” ( Soerjono Soekanto, 1982 : 339
) “Masalah generasi muda pada umumnya ditandai oleh dua ciri yang berlawanan,
yakni keinginan untuk melawan dan sikap
yang apatis” ( Soerjono Soekanto, 1982 : 325 )
Budaya kehidupan yang bebas di
kawasan kost akan mengurangi rasa peduli antar penduduknya. Kepedulian sosial
akan menurun, karena antar individu tak saling mengenal. Hal ini akan menciptakan
masyarakat yang apatis serta kehidupan yang bebas yang dapat melanggar norma - norma
kemasyakatan di kawasan tersebut. Namun hal ini dapat dicegah apabila
masyarakat sekitar dapat bekerja sama untuk menegakkan peraturan dan norma adat
yang ada. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kelayakan
kawasan kost di Ambarawa, serta dampak kost terhadap lingkungan hidup di Ambarawa,
pengaruh kondisi kost di Ambarawa terhadap mahasiswa di daerah itu. Untuk itu
perlunya pengamatan agar tujuan itu dapat terwujud.
Metode
Metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode observasi lapangan.
Pengamatan dilakukan di kawasan Terusan Ambarawa yang berloksi di tepi sebelah
barat areal kampus pusat Universitas Negeri Malang. Analisis penelitian ini
adalah lingkungan sekitar kampus, berdasarkan acuan itu maka objek penelitian
ini adalah lingkungan hidup di daerah Ambarawa. Selain itu penelitian ini juga
menggunakan sumber informasi lain berupa media cetak, internet serta buku
referensi yang mendukung penelitian ini.
Hasil
Syarat Rumah Layak
Menurut WHO, rumah adalah struktur fisik atau bangunan
untuk tempat berlindung, dimana lingkungan berguna untuk kesehatan jasmani dan
rohani serta keadaan sosialnya baik untuk kesehatan keluarga dan individu (Komisi
WHO Mengenai Kesehatan dan Lingkungan, 2001).
Prasarana lingkungan pemukiman adalah kelengkapan
dasar fisik lingkungan yang memungkinkan lingkungan pemukiman dapat berfungsi
sebagaimana mestinya. Prasarana utama meliputi jaringan jalan, jaringan
pembuangan air limbah dan sampah, jaringan pematusan air hujan, jaringan
pengadaan air bersih, jaringan listrik, telepon, gas, dan sebagainya. Jaringan
primer prasarana lingkungan adalah jaringan utama yang menghubungkan a ntara
kawasan pemukiman atau antara kawasan pemukiman dengan kawasan lainnya.
Jaringan sekunder prasarana lingkungan adalah jaringan cabang dari jaringan
primer yang melayani kebutuhan di dal am satu satuan lingkungan pemukiman.
Sarana lingkungan pemukiman adalah fasilitas
penunjang yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan
ekonomi, sosial dan budaya. Contoh sarana lingkungan pemukiman adalah fasilitas
pusat perbelanjaan, pelayanan umum, pendidikan dan kesehatan, tempat peribadatan,
rekreasi dan ola hraga, pertamanan, pemakaman.
Selanjutnya istilah utilitas umum mengacu pada
sarana penunjang untuk pelayanan lingkungan pemukiman, meliputi jar ingan air
bersih, listrik, telepon, gas, transportasi, dan pemadam kebakaran. Utilitas
umum membutuhkan pengelolaan profesional dan berkelanjutan oleh suatu badan
usaha. ( Keman, Soedjajadi. 2005. Kesehatan Perumahan dan Kesehatan Lingkungan,
1 (2) : 4 )
Persyaratan
kesehatan perumahan dan lingkungan pemukiman menurut Keputusan Menteri
Kesehatan (Kepmenkes) No. 829/Menkes/SK/VII/1999 meliputi parameter sebagai berikut
:
1.
Lokasi
a. Tidak terletak pada
daerah rawan bencana alam seperti bantaran sungai, aliran lahar, tanah longsor,
gelombang tsunami, daerah gempa, dan sebagainya.
b. Tidak terletak pada
daerah bekas tempat pembuangan akhir (TPA) sampah atau bekas tambang.
c. Tidak terletak pada
daerah rawan kecelakaan dan daerah kebakaran seperti jalur pendaratan
penerbangan.
2.
Kualitas udara
Kualitas udara ambien di lingkungan perumahan harus
bebas dari gangguan gas beracun dan memenuhi syarat baku mutu lingkungan
sebagai berikut :
a. Gas H2S dan NH3 secara biologis tidak terdeteksi.
b. Debu dengan diameter kurang dari 10 g maksimum
150 g/m3.
c. Gas SO2 maksimum 0,10 ppm.
d. Debu maksimum 350 mm3/m2 per hari.
3.
Kebisingan dan getaran
a. Kebisingan dianjurkan 45 dB.A, maksimum 55 dB.A.
b. Tingkat getaran maksimum 10 mm/detik.
4.
Kualitas tanah di daerah perumahan dan pemukiman
a. Kandungan Timah hitam (Pb) maksimum 300 mg/kg.
b. Kandungan Arsenik (As) total maksimum 100 mg/kg.
c. Kandungan Cadmium (Cd) maksimum 20 mg/kg.
d. Kandungan Benzo(a)pyrene maksimum 1 mg/kg.
5.
Prasarana dan sarana lingkungan
a. Memiliki taman
bermain untuk anak, sarana rekreasi keluarga dengan konstruksi yang aman dari
kecelakaan.
b. Memiliki sarana drainase
yang tidak menjadi tempat perindukan vektor penyakit.
c. Memiliki sarana
jalan lingkungan dengan ketentuan konstruksi jalan tidak mengganggu kesehatan,
konstruksi trotoar tidak membahayakan pejalan kaki dan penyandang cacat, jembatan
harus memiliki pagar pengaman, lampu penerangan jalan tidak menyilaukan mata.
d. Tersedia cukup air
bersih sepanjang waktu dengan kualitas air yang memenuhi persyaratan kesehatan.
e. Pengelolaan
pembuangan tinja dan limbah rumah tangga harus memenuhi persyaratan kesehatan.
f. Pengelolaan pembuangan
sampah rumah tangga harus memenuhi syarat kesehatan.
g. Memiliki akses terhadap
sarana pelayanan kesehatan, komunikasi, tempat kerja, tempat hiburan, tempat
pendidikan, kesenian, dan lain sebagainya.
h. Pengaturan instalasi
listrik harus menjamin keamanan penghuninya.
i. Tempat pengelolaan
makanan (TPM) harus menjamin tidak terjadi kontaminasi makanan yang dapat
menimbulkan keracunan.
6.
Vektor penyakit
a. Indeks lalat harus memenuhi syarat.
b. Indeks jentik nyamuk dibawah 5%.
7.
Penghijauan
Pepohonan untuk
penghijauan lingkungan pemukiman merupakan pelindung dan juga berfungsi untuk
kesejukan, keindahan dan kelestarian alam.
Adapun
ketentuan persyaratan kesehatan rumah tinggal menurut Kepmenkes No. 829/Menkes/SK/VII/1999
adalah sebagai berikut :
1.
Bahan bangunan
a. Tidak terbuat dari
bahan yang dapat melepaskan bahan yang dapat membahayakan kesehatan, an tara
lain : debu total kurang dari 150 g/m2, asbestos kurang dari 0,5 serat/m 3 per 24
jam, plumbum (Pb) kurang dari 300 mg/kg.
b. Bahan tidak terbuat
dari bahan yang dapat menjadi tumbuh dan berkembangnya mikroorganisme patogen.
2.
Komponen dan penataan ruangan
a. Lantai kedap air dan
mudah dibersihkan.
b. Dinding rumah
memiliki ventilasi, di kamar mandi dan kamar cuci kedap air dan mudah
dibersihkan.
c. Langit-langit rumah
mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan.
d. Bumbungan rumah 10 m
dan ada penangkal petir.
e. Ruang ditata sesuai dengan
fungsi dan peruntukannya.
f. Dapur harus memiliki
sarana pembuangan asap.
3.
Pencahayaan
Pencahayaan alam
dan/atau buatan langsung maupun tidak langsung dapat menerangi seluruh ruangan
dengan intensitas penerangan minimal 60 lux dan tidak menyilaukan mata.
4.
Kualitas udara
a. Suhu udara nyaman
antara 18 – 30 °C.
b. Kelembaban udara 40
– 70 %.
c. Gas SO2 kurang dari
0,10 ppm/24 jam.
d. Pertukaran udara 5
kali3/menit/penghuni.
e. Gas CO kurang dari
100 ppm/8 jam.
f. Gas formaldehid
kurang dari 120 mg/m3.
5.
Ventilasi
Luas lubang ventilasi alamiah yang permanen minimal
10% luas lantai.
6.
Vektor penyakit
Tidak ada lalat, nyamuk ataupun tikus yang bersarang
di dalam rumah.
7.
Penyediaan air
a. Tersedia sarana
penyediaan air bersih dengan kapasitas minimal 60 liter/orang/hari.
b. Kualitas air harus
memenuhi persyaratan kesehatan air bersih dan/atau air minum menurut Permenkes
416 tahun 1990 dan Kepmenkes 907 tahun 2002.
8.
Sarana penyimpanan makanan
Tersedia sarana penyimpanan makanan yang aman.
9.
Pembuangan Limbah
a. Limbah cair yang
berasal rumah tangga tidak mencemari sumber air, tidak menimbulkan bau, dan
tidak mencemari permukaan tanah.
b. Limbah padat harus dikelola
dengan baik agar tidak menimbulkan bau, tidak mencemari permukaan tanah dan air
tanah.
10.
Kepadatan hunian
Luas kamar tidur minimal 8 m2 dan dianjurkan tidak
untuk lebih dari 2 orang.
Persyaratan tersebut diatas berlaku juga terhadap
kondominium, rumah susun (rusun), rumah toko (ruko), rumah kantor (rukan) pada
zona pemukiman. Pelaksanaan ketentuan mengenai persyaratan kesehatan perumahan
dan lingkungan pemukiman menjadi tanggung jawab pengembang atau penyelenggara pembangunan
perumahan, dan pemilik atau penghuni rumah tinggal untuk rumah. Penyelenggara
pembangunan perumahan (pengembang) yang tidak memenuhi ketentuan tentang
persyaratan kesehatan perumahan dan lingkungan pemukiman dapat dikenai sanksi
pidana dan/atau sanksi administrasi sesuai dengan UU No. 4 /1992 tentang Perumahan
dan Pemukiman, dan UU No. 23 /1992 tentang Kesehatan, serta peraturan
pelaksanaannya.
Bagi pemilik rumah yang belum memenuhi ketentuan
tersebut diatas tidak dapat dikenai sanksi, tetapi dibina agar segera dapat memenuhi
persyaratan kesehatan rumah. (Keman,
Soedjajadi. 2005. Kesehatan Perumahan dan Kesehatan Lingkungan, 1 (2) : 36-39).
Kondisi Umum Wilayah Kost Ambarawa
Dari hasil pengamatan yang telah
dilakukan, bahwa bangunan kost sangat rapat tidak ada jarak antar bangunan
hingga terlihat menyatu antar bangunan. Saluran pembuangan limbah keluarga
berupa selokan yang kecil serta tak tertutup hingga mengakibatkan polusi udara
untuk warga sekitar. Terdapatnya vektor penyakit berupa lalat, kecok ataupun
tikus. Vektor penyakit berupa lalat banyak terdapat di warung terbuka di
pinggir jalan. Di kawasan Ambarawa tak ada kawasan terbuka hijau yang cukup
untuk menyejukkan tempat ini. Jalan yang ada juga sangat sempit, hanya cukup
untuk satu mobil berakibat kemacetan. Sehingga dengan kemacetan yang sering
terjadi ditambah bangunan yang padat dan rapat serta tak ada cukup pohon untuk
menyejukkan, polusi udara yang parah pun terjadi. Mahasiswa yang bertinggal di daerah
Ambarawa setiap hari menjalani kejadian seperti itu dan berlangsung selama
bertahun-tahun.
Kondisi rumah yaang luasnya kecil
namun dibangun bertingkat agar dapat dibuat kamar kost dalam jumlah banyak di
lahan yang sempit. Namun luas perkamar tak menyukupi standar, bahkan ada yang
kurang dari 6 m2 itupun didiami oleh dua orang. Sebagaian kamar
hunian tak mamiliki ventilasi udara, hanya terdapat pintu. Kondisi air apabila
mengambil dari sumur maka akan bewarna kekuning kuningan dan berbau. Dengan air
itu pula masyarakat memenuhi kebutuhan sehari-harinya.
Rumah yang sangat berdempet, hingga
suara tetangga terdengar di dalam kamar. Kondisi seperti ini yang membuat
mahasiswa menjadi mengabaikan kondisi sekitar yang kurang berkepentingan oleh dirinya.
Karena apabila mereka terus mendengarkan maka ia tak punya waktu untuk
beristirahat. Kondisi ini melatih mahasiswa untuk bersikap acuh setiap harinya.
Karena tak berhubungan dengan dirinya maka ia tak akan peduli. Ketidakpedulian
ini juga karena penghuni dalam kost senantiasa berganti-ganti dengan cepat
hingga tak cukup waktu untuk interaksi secara intensif antara warga kamar satu
dengan yang lain.
Pembahasan
Pemukiman adalah sebuah bagian dari
lingkungan hidup yang berada di perkotaan maupun di pedesaan. Pemukiman ini
memiliki fungsi berupa sebagai tempat tinggal ataupun hunian dan tempat
kegiatan untuk mendukung penghidupan. Pemukiman ini tak terlepas dari prasarana
lingkungan pemukiman, sarana lingkungan pemukiman, dan utilitas umum.
Rumah adalah bangunan untuk tempat
berlindung, untuk mendukung jasmani dan rohani serta dengan sosial yang
baik untuk kesehatan individu maupun
keluarga. Sebuah rumah tentunya memerlukan prasyarat rumah untuk layak huni.
Hal ini perlu diperhatikan terkait individu yang tinggal dalam rumah tersebut.
Prasyarat ini meliputi tinggi rumah, keberadaan ventilasi yang cukup, sanitasi
yang baik, keberadaan sumber air yang cukup, serta jarak antar bangunan.
Kawasan kost Terusan Ambarawa
merupakan kawasan kost yang strategis bagi mahasiswa karena berada sangat dekat
dengan Universitas Negeri Malang bagian sebelah barat. Karena begitu
strategisnya kawasan ini, muncullah kawasan kost yang semakin padatnya tanpa
melihat keberadaan daya dukung lingkungan hidup yang ada. Masyarakat Terusan
Ambarawa membuat rumah untuk kost tanpa melihat prasyarat rumah layak yang ada
karena memerlukan biaya yang lebih besar. Sedangkan pemilik kost di Ambarawa
bersaing harga untuk dapat memikat mahasiswa.
Pengelolaan limbah keluarga cair
kurang diperhatikan. Limbah ini hanya dialirkan langsung ke selokan yang ada.
Sehingga timbulah bau yang mengganggu lingkungan sekitar. Hal ini ditambah pula
dengan aliran pembuangan yang tak tertutup, saluran yang ada dapat menjadi
sarang vektor yang akan menyebarkan bibit-bibit penyakit. Pengelolaan limbah
disalurkan langsung ke selokan karena pemukiman yang padat hingga tak cukupnya
jarak yang sehat untuk membuat kakus, karena kakus yang tak memenuhi jarak strandar akan mencemari air
tanah. Sehingga pengeloaan limbah di Terusan Ambarawa tak memenuhi standar
prasyarat lingkungan layak.
Penyediaan air tanah yang buruk di
Terusan Ambarawa. Hal ini dibuktikan dengan rumah kost yang menggunakan sumur
mempunyai air yang bewarna kekuningan serta berbau. Air ini yang digunakan
masyarakat untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari dari mandi, mencuci,
hingga memasak. Sehingga keadaan air sumur di kawasan kost Terusan Ambarawa tak
memenuhi kelayakan rumah serta prasarana dan sarana lingkungan.
Bangunan
rumah kost yang ada, kerap kali memiliki jumlah kamar yang banyak. Karena
mengejar jumlah kamar yang banyak ini, pemilik kost menghiraukan aspek ventilasi dan luas ruangan
minimal yang ada. Sehingga terdapat rumah kost yang kamarnya tak memiliki
ventilasi permanen hanya terdapat pintu saja. Luas ruangan pun kurang dari 6 m2,
itupun dihuni oleh dua orang mahasiswa. Jarak antar rumah atau bangunan juga
kurang diperhatikan, hal ini ditunjukakan dengan bangunan yang sangat
berdempet. Struktur bangunan ini sudah menyalahi strandar kelayakan hunian.
Terkait pula dengan akses jalan di sekitar rumah. Banyak yang hanya berupa
jalan yang cukup untuk satu orang saja. Hingga akses menuju rumah ini cukup
sulit.
Masalah-masalah yang ada tersebut
dapat mempengaruhi aspek sosial mahasiswa. Karena dengan tak memperhitungkan
jarak antar bangunan maka mahasiswa akan terbiasa untuk menghiraukan sesuatu.
Sehingga timbulah jiwa yang apatis, tak peduli dengan orang lain. Kehidupan
dengan interaksi yang kurang antara penghuni kost serumah mengakibatkan
mahasiswa cenderung tidak nyaman jadi lebih suka keluar kost untuk memperoleh
kenyamanan. Hal ini mendorong terjadinya pergaulan bebas. Karena itulah
pentingnya kelayakan hidup layak dengan
memperhitungkan lingkungan hidup sekitar untuk prasarana, sarana lingkungan dan
utilitas umum.
Penataan
kawasan kost perlu dilakukan, karena dengan bentuk pola kawasan kost yang
seperti sekarang akan menimbulkan kekumuhan. Perancangan pola kawasan kost perlu ditegaskan, agar tercipta kawasan yang terkonsep. Hal ini juga
berpengaruh pada pembatasan pembangunan kost agar dapat mengurangi kekumuhan di
kawasan ini. Peremajaan kawasan kost di Terusan Ambarawa penting untuk
dilakukan demi membangkitkan kembali daya dukung lingkungan hidup agar kembali
layak untuk ditinggali. Karena kelayakan sebuah hunian tak terlepas oleh
prasarana, sarana, dan utilitas umum lingkungan hidup layak.
KESIMPULAN
Kesimpulan
dari penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) Kawasan
Kost Terusan Amabawa membawa dapat yaitu dengan penurunan kualitas lingkungan
hidup; (2) Dengan daya dukungang kualitas lingkungan hidup yang terus menurun,
maka kelayakan huni kawasan kost Terusan Ambarawa semakin jauh; (3) Rumah kost
yang tak layak huni akan berpengaruh pada kepedulian sosial mahasiswa
penghuninya menjadi cenderung apatis.
DAFTAR
RUJUKAN
Keman,
Soedjajadi.
2005. Kesehatan Perumahan dan Kesehatan Lingkungan, (online),
(http://journal.unair.ac.id/filerPDF/KESLING-2-1-04.pdf),
diakses tanggal 1 mei 2013
Kepmenkes RI No.
829/Menkes/SK/VII/1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan. Jakarta
: Departemen Kesehatan R.I.
Undang-Undang RI
No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman. Jakarta : Departemen
Kesehatan R.I.
Undang-Undang RI
No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Jakarta :Departemen Kesehatan R.I.
Soerjono
Soekanto, 1982 Pengantar Sosiologi. Jakarta : Rajawali Pers
Kementerian
perumahan rakyat republik indonesia tentang rakonreg kementerian perumahan rakyat 2013. Jakarta
Komisi WHO
Mengenai Kesehatan dan Lingkungan . (2001). Planet Kita Kesehatan Kita Kusnanto
H (Editor). Yogyakarta : Gajah Mada University Press, p. 279.
Comments