Geomorfologi Papua

BAB I­­­­
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Pulau Papua secara administratif terletak pada posisi 130° 19’BT – 150° 48’ BT dan 10° 19’ LS – 10° 43’ LS. Pulau ini terletak di bagian paling timur Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berbatasan langsung dengan Papua Nugini. Irian Jaya merupakan ekspresi permukaan dari batas utara deformasi blok Kontinen Australia dan Lempeng Pasifik.
Untuk memahami kondisi geomorfologi di daerah Papua perlu dikemukakan secara global prinsip-prinsip Teori Penggelombangan (undasi) yang secara garis besar menjelaskan tentang proses terbentuknya berbagai deretan pegunungan di dunia diawali oleh peristiwa fisika kimiawi di lapisan substratum yang menyebabkan adanya penggelombangan permukaan bumi. Setelah terjadi proses tersebut, kemudian disusul dengan proses penurunan permukaan bumi yang menyebabkan adanya retakan, yang mana memalui retakan tersebut magma menyususp ke lapisan diatasnya membantuk akar pegunungan (asthenolith).
Kenampakan Pulau Papua digambarkan sebagai seekor burung yang terbang ke arah barat dengan mulut terbuka. Pulau papua merupakan daerah yang sangat kompleks secara geologi yang melibatkan interaksi antara 2 lempeng, yaitu lempeng Australia dan lempeng Pasifik. Struktur tertua di Papua berasal dari pergerakan lempeng pada Zaman Paleozoikum dan hanya terdapat sedikit data yang terekam yang dapat menjelaskna fase tektonik pulau tersebut. Geologi Papua dipengaruhi oleh dua elemen tektonik yang saling bertumbukan dan serentak aktif pada zaman Kenozoikum. Adanya aktivitas tektonik pada zaman Miosen Akhir menyebabkan pola struktur pada pulau ini menjadi sangat rumit dan khas. Fase tektonik pada zaman tersebut menyebabkan terjadinya orogenesa melanesia dan telah membentuk fisiografi Papua yang ada saat ini.
Secara fisiografis, Van Bemmelen (1949) membagi Papua menjadi 3 bagian utama yaitu: Bagian Kepala Burung, bagian Tubuh Burung dan bagian Ekor Burung.





B.  Rumusan Masalah
1.    Bagaimanakah kondisi geologi Papua?
2.    Bagaimanakah fisiografis Papua pada setiap bagian?
3.    Bagaimanakah geomorfologi Kepulauan Aru dan Crhistmast ?
4.    Bagaimana potensi fisik Papua ?

C.  Tujuan
1.    Mengetahui kondisi geologi Papua.
2.    Mengetahui fisiografis Papua pada setiap bagian.
3.    Mengetahui geomorfologi Kepulauan Aru dan Crhistmast.
4.    Mengetahui potensi fisik Papua.















BAB II
PEMBAHASAN
A. Kondisi Geologi Papua
Kondisi Umum
Secara umum terbentuknya Pulau Papua (dulunya Irian Jaya) dipengaruhi oleh dua lempeng yang dominan yaitu lempeng benua Australia di bagian selatan dan lempeng Pasifik di bagian utara. Pulau Papua pada awalnya diperkirakan merupakan semenanjung utara dari Australia namun karena adanya pergerakan lempeng benua Australia yang bergeser ke arah utara mendekati Asia kira – kira 45 juta tahun yang lalu memungkinkan masuknya air laut ke celah daratan sehingga Papua dan Australia menjadi terpisah. Geologi Papua sangat kompleks melibatkan interaksi antara lempeng Australia dengan lempeng Pasifik. Hampir seluruh evolusi tektonik Kenozoikum merupakan hasil interaksi konvergen antara lempeng Indo-Australia dan lempeng Pasifik (Hamilton, 1979; Dow et al., 1988).
            Pulau Papua dapat dibagi ke dalam 3 daerah tektonik yaitu:
·         Dataran Bagian Selatan (Sauthern Plains)
·         New Guinea Mobile Belt (NGMB)
·         Bagian Tepi Lempeng Pasifik (Sabuk Ofiolit Papua )
Kerak kontinen lempeng Australia yang berada di bawah laut Arafura dan meluas ke arah utara merupakan dasar bagian selatan pegunungan tengah Papua, batuan dasarnya tersusun oleh batuan sedimen paparan berumur paleozoik sampai kuarter tengah (Visser dan Hermes, 1962, Dow dan Sukamto, 1984).
Daerah tektonik dataran selatan terdiri dari dataran dan rawa-rawa yang didasari oleh batuan sedimen klastis yang mempunyai ketebalan lebih dari 2 km dan berumur eosen sampai miosen tengah, ditutupi oleh batu gamping berumur pliosen plistisen (Dow dan Sukamto, 1984). Lebar dataran ini membentang sepanjang 300 km.
Masuk lebih ke dalam lagi dijumpai adanya formasi-formasi batuan yang terlipat kuat dan mengalami penyesesaran intensif yang dikenal dengan sebutan New Gunea Mobil Belt (Dow, 1977). Kerak kontinen lempeng Australia yang ditutupi oleh sedimen paparan yang berada pada bagian ini telah mengalami pengangkatan dan terdeformasi selebar 100 km berupa perlipatan dan persesaran. Bagian ini menempati bagian ketiga dari Mobile Belt.
Kompresi, deformasi, dan pengangkatan dari pegunungan tengah disebut oleh Dow dan Sukamto (1984) sebagai orogenesa melanesia. Proses orogenesa dimulai pada awal miosen hingga miosen akhir dan mencapai puncaknya selama pliosen akhir hingga awal pleistosen. Geometri struktur jalur lipatan ini mengarah ke barat laut (Minster dan Jordan, 1978), selanjutnya Dow dan Sukamto (1984) memperkirakan mengarah 55o dari selatan ke arah barat dan relatif konstan sepanjang orogenesa berlangsung. Batuan dasar dan sedimen paparan terangkat secara bersamaan sepajang kompleks sistem struktur yang mengarah ke barat laut tersebut. Sebagai akibatnya bagian sedimen yang ada pada daerah tersebut mengalami penyesaran dan terkoyak, perlipatan yang kuat pada bagian selatan dari antiklin sering mengalami pembalikkan sepanjang struktur utama yang mengalami pergeseran mendatar ke arah kiri (Dow dan Sukamto, 1984).
Di Papua bagian utara atau bagian ke dua dari New Guinea Mobile Belt tersusun oleh batuan vulkanik afanitik yang merupakan bagian tepi utara lempeng Australia yang terjadi selama periode tumbukan kontinen dengan busur kepulauan pada waktu oligosen (Jaques dan Robinson, 1997; Dow, 1977). Bagian dari mobile belt ini tersusun oleh batuan ultramafik mesozoik sampai Tersier dan mendasari batuan intrusif dari sabuk ofiolit Papua di bagian utara yang dibatasi oleh suatu endapan gunung api bawah laut yang berumur tersier. Endapan dari gunungapi bawah laut ini tumpang tindih dengan sedimen klastik hasil erosi selama pengangkatan pegunungan tengah yang diendapkan di cekungan pantai utara (Visser dan Hermes, 1962). Sabuk ofiolit ini di bagian selatan dibatasi oleh suatu seri dari komplek patahan terbalikkan sehingga mendekatkan sabuk ofiolit untuk berhadapan dengan sedimen dari jalur pegunungan tengah. Pergerakan dari kerak samudera pasifik sekarang mempunyai batas di sebelah utara pantai pulau ini. Formasi stratigrafi yang menyusun daerah ini diterobos oleh suatu grup magma intermediate berumur pliosen berupa kalk alkali stock dan batolit yang menempati sepanjang jalur struktur regional utama.
Secara regional, Papua terdiri dari dua lempeng, yaitu lempeng benua Australia di bagian selatan dan lempeng samudera Pasifik di bagian utara. Sedangkan di antara kedua lempeng adalah lajur sesar Anjak dan lipatan pegunungan tengah atau New Guinea Mobile Belt (Dow, 1977). Lempeng Benua Australia tersusun oleh batuan sedimen klastik, yang berumur Mesozoikum yang disebut sebagai kelompok kembelangan. Batu gamping yang berumur eosin-miosen tengah, yang disebut sebagai kelompok batu gamping New Guinea dan batuan sedimen klastik plio-plistosen.
Gambar 1. Peta Geologi Papua yang di Sederhanakan
Keterangan:
Warna Biru = Batu gamping atau dolomite
Warna Merah = Batuan beku atau malihan
Warna Abu-abu = Sedimen lepas (kerikil, pasir, lanau)
Warna Kuning = Sedimen Padu (tak terbedakan)

Gambar 2. Lempeng Australia dan Lempeng Pasifik

Geologi Papua merupakan periode endapan sedimentasi dengan masa yang panjang pada tepi utara kraton Australia yang pasif yang berawal pada zaman karbon sampai tersier akhir. Lingkungan pengendapan berfluktuasi dari lingkungan air tawar, laut dangkal sampai laut dalam dan mengendapkan batuan klatik kuarsa, termasuk lapisan batuan merah karbonan, dan berbagai batuan karbonat yang ditutupi oleh kelompok batu gamping New Guinea yang berumur miosen. Ketebalan urutan sedimentasi ini mencapai 12.000 meter. Pada masa oligosen terjadi aktivitas tektonik yang besar pertama di Papua, yang merupakan akibat dari tumbukan lempeng Australia dengan busur kepulauan pada lempeng Pasifik. Sedangkan peristiwa tektonik penting kedua yang melibatkan Papua adalah orogenesa melanesia yang berawal dipertengahan miosen yang diakibatkan oleh adanya tumbukan kraton Australia dengan lempeng Pasifik. Hal ini mengakibatkandeformasi dan pengangkatan kuat batuan sedimen karbon-miosen (CT), dan membentuk jalur aktif papua. Kelompok batu gamping New Guinea kini terletak  pada pegunungan tengah. Jalur ini dicirikan oleh sistem yang komplek dengan  kemiringan ke arah utara, sesar naik yang mengarah ke selatan, lipatan kuat atau rebah dengan kemiringan sayap ke arah selatan orogenesa melanesia ini diperkirakan mencapai puncaknya pada pliosen tengah.
Gambar 3. Proses terbentuknya pulau papua
Fase magmatisme tertua terdiri dari terobosan gabroik sampai dioritik, diperkirakan berumur oligosen dan terdapat dalam lingkungan metamorfik derewo. Fase kedua magmatisme berupa diorit berkomposisi alkalin terlokalisir dalam kelompok kembelangan pada sisi selatan patahan orogenesa melanesia derewo yang berumur miosen akhir sampai miosen awal. magmatisme termuda dan terpenting berupa instrusi dioritik sampai monzonitik yang dikontrol oleh suatu patahan yang aktif mulai pliosen tengah sampai kini. Batuan-batuan intrusi tersebut menerobos hingga mencapai kelompok batu gamping  New Guinea, di mana endapan porfiri Cu-Au dapat terbentuk seperti di Tembagapura dan Ok Tedi di Papua Nugini. Tumbukan kraton Australia dengan lempeng Pasifik yang terus berlangsung hingga sekarang menyebabkan deformasi batuan dalam cekungan molase tersebut.

Batuan terobosan di Tembagapura berumur 3 juta tahun (McMahon, 1990, data tidak dipublikasikan), sedangkan batuan terbosan Ok Tedi berumur Pliosen akhir pada kisaran 2,6 sampai 1,1 juta tahun.
Gambar 4. Perkembangan Lempeng di Asia Tenggara Sejak 50 JTL


Gambar 5. Perkembangan lempeng sejak 27 juta tahun lalu
Setting Tektonik
            Konfigurasi tektonik Pulau Papua pada saat ini berada pada bagian tepi utara lempeng Australia, yang berkembang akibat adanya pertemuan antara lempeng Australia yang bergerak ke utara dengan lempeng Pasifik yang bergerak ke barat. Dua lempeng utama ini mempunyai sejarah evolusi yang diidentifikasi yeng berkaitan erat dengan perkembangan sari proses magmatik dan pembentukan busur gunung api yang berasoisasi dengan mineralisasi emas phorpir dan emas epithermal (Smith, 1990). Tektonik secara umum daerah Papua Nugini dapat digambarkan sebagai berikut, arah panah menunjukkan gerakan pada lempeng, dan lempeng-lempeng kecil tersebut menyusup ke lempeng Australia. Gunungapi pada Britain Baru merupakan salah satu tanda adanya subduksi ke utara yaitu lempeng samudera Solomon yang bergerak di bawah lempeng Bismark Selatan. Kejadian itu dapat terjadi karena gesekan yang ditimbulkan antara Lempeng Bismark Selatan dengan lempeng samudera Solomon sehingga terjadi adanya zona melting pada daerah subduksi antara dua lempeng tersebut, karena zona melting itu menembus ke permukaan maka terbentuklah beberapa gunungapi di pulau Britain Baru. Sedangkan gunungapi di pulau Solomon diasosiasikan dengan lempeng samudera Solomon yang menyusup di bawah lempeng Pasifik di mana lempeng pasifik lebih tebal dari pada lempeng samudera Solomon.
            Dua pusat penyebarannya yaitu, pertama ke arah bagian tenggara dari lempeng samudera Solomon dan yang lainnya ke arah tepian utara dari lempeng Bismark Selatan sehingga mempengaruhi gunungapi di pulau Solomon dan pulau Admiralty. Secara umum penyebaran gunungapi di Papua Nugini dipengaruhi oleh pergerakan-pergerakan lempeng tipis yang menyusup kearah lempeng-lempeng yang lebih tebal sehingga terbentuk zona melting pada daerah-daerah tertentu, dan dengan adanya gunung api tersebut maka muncullah pulau-pulau kecil di Papua Nugini ini akibat pengangkatan lempeng bersamaan dengan

bergerak keatas material panas (magma) dari daerah zona melting

Gambar 6. Kecenderungan Pergerakan Lempeng

Gambar 7. Pergerakan Lempeng Australia dan Lempeng Samudera Pasifik
B. Keadaan Geomorfologi Papua
Secara astronomis, Pulau Papua terletak pada 0°19' LU – 10°43' LS dan 130°45' – 150°48' BT, mempunyai panjang 2400 km dan lebar 660 km. Secara administratif pulau ini terdiri dari Papua sebagai wilayah RI dan Papua Nugini yang terletak di bagian timur.
Gambar 8. Pulau Papua
Kawasan Papua terbentuk dari interaksi Lempeng Australia dan Pasifik yang menghasilkan bentukan yang khas. Menurut Pigram dan Davies (1987), Konvergensi dan deformasi bagian tepi utara Lempeng Australia yang berada di bagian timur Papua New Guinea dimulai sejak Eosen hingga sekarang. Fisiografi di Papua di bagi menjadi itu bagian yaitu:
·         Kepala Burung dan Leher
Sejajar dengan pantai utara, pada bagian kepala terdapat rangkaian pegunungan yang membujur timur-barat antara Salawati dan Manokwari. Sehingga wilayah terbagi menjadi bagian utara dan selatan oleh depresi memanjang. Rangkaian utama tersusun dari batuan volkanis neogen dan kuarter yang diduga masih aktif atau volkan Umsini pada tingkat solfatar. Rangkaian selatan terdiri dari sedimen tersier bawah dan per-tersier yang terlipat kuat. Arahnya timur-barat, kemudian melengkung ke selatan sampai pegunungan lima. Bagian utara kepala dipisahkan terhadap bagian selatan (Bombarai) oleh teluk Macculer yang luas tetapi dangkal, karena sedimentasi yang besar dan ditandai dangkalan yang berisi pulau-pulau, parit-parit, dan bukit-bukit yang terpisah-pisah.
Gambar 9. Bagian Kepala
·         Batang atau Daratan Utama
Bagian barat pulau ini menunjukkan zone-zone yang arahnya barat laut-tenggara yang sejajar satu sama lain. Selanjutnya berupa zone memanjang dari tanah rendah dan bukit-bukit, yaitu depresi Memberamo-Bewani yang sebagian jalin-menjalin dengan jalur pantai utara daratan utama. Depresi tersebut membujur dari pantai timur teluk Geelvink di sepanjang danau Rambebai dan Sentani sampai ke pantai Finch dengan Aitape. Di sebelah selatan depresi ini terdapat rangkaian pegunungan kompleks yang disebut rangkaian pembagi utara.
Rangkaian pembagi utara ini merupakan deretan pegunungan dan pegunungan yang terletak di antara teluk Geelvink di bagian barat dan muara sungai Sepik di bagian timur. Di bagian barat terdapat Puncak Dom (1.340 m) ke arah timur pegunungan Van Res yang secara melintang terpotong oleh Sungai Memebramo yang diikuti oleh Pegunungan Gauttier (>1.000 m), Pegunungan Poya, Karamor, dan Bongo. Di sebelah selatan Pegunungan Cyclops terdapat sebuah sumbu depresi. Bagian barat didominasi oleh pegunungan tengah, dataran pegunungan tinggi dengan lereng di utara dan selatan berupa dataran dan rawa pada permukaan dekat laut. Dataran di utara terdiri dari cekungan luar antar bukit dikenal sebagai dataran danau yang dibatasi di bagian utaranya oleh medan kasar dengan relief rendah sampai sedang.
           
Gambar 10. Daratan Utama
·         Bagian Ekor
Mulai 143,5o BT garis-garis arah umum fisiografinya menjadi barat laut-tenggara. Bagian timur menunjukan beberapa bentang alam yang berbeda dengan dataran utama. Di antara rangkaian timur laut dan rangkaian tengah terbentang sebuah depresi yang ditandai oleh lembah-lembah Ramu dan Markham. Ke arah timur zona ini melintas sampai Teluk Huon dan rangkaian tengah, dimana rangkaian Victoe Emanuel merupakan bagian yang relatif sempit dari sistem Pegunungan Lengan Papua.
Perbedaan antara rangkaian tengah di bagian barat daratan utama pada suatu pihak dan bagian timur serta ekor di pihak lain adalah dibentuk oleh perluasan volkanisme tertier dan kuarter di bagian timur tersebut. Pada bagian utara geantiklinal terdapat unsur volkan lain, seperti Gunung Lamington, Trafalgal, Victory Goropu, dan Gunung Dayman. Jalur vulkanis membujur sejajar sampai ke ujung tenggara ekor Papua. Jalur tersebut merupakan zone dalam yang volkanis dari sistem orogen, sedangkan zone luar yang tidak vulkanis merupakan pulau-pulau Trobriand dan Eoodlark yang terletak sampai di sebelah utaranya.
            
Gambar 11. Bagian Ekor
C. Jalur Sesar dan Lipatan
            a) Jalur Sesar Naik New Guinea (JSNNG)
JSNNG merupakan Jalur Lasak Irian (jalasir) yang sangat luas, terutama di daerah tengah-selatan badan burung. Jalur ini melintasi seluruh zona yang ada di daerah sebelah timur New Guinea yang menerus kearah barat dan dikenal sebagai Jalur Sesar Naik Pegunungan Tengah (JSNPT). Zona JSNNG – JSNPT merupakan zona interaksi antara Lempeng Australia dan Pasifik. Lebih dari setengah bagian selatan New Guinea ini dialasi oleh batuan yang tak terdeformasikan dari kerak benua. Zone JSNPT di utara dibatasi oleh sesar Yapen dan sesar Sungkup Mamberamo. Batas tepi barat oleh sesar Benawi Torricelli dan di selatan oleh sesar Naik Foreland. Sesar terakhir yang membatasi JSSNG ini diduga aktif sebelum orogen Melanesia.

b) Jalur Sesar Naik Pegunungan Tengah (JSNPT)
JSNPT merupakan jalur sesar sungkup yang berarah timur-barat dengan panjang 100 km, menempati daerah pegunungan tengah Irian Jaya. Batuannnya dicirikan oleh kerak benua yang terdeformasikan sangat kuat. Sesar sungkup telah menyeret batuan alas yang berumur perm, batuan penutup berumur mesozoikum dan batuan sedimen laut dangkal yang berumur tersier awal ke arah selatan. Di beberapa tempat kelompok batuan ini terlipat kuat. Satuan litologi yang paling dominan di JSNPT ialah batugamping New Guinea dengan ketebalan mencapai 2.000 m. Sesar sungkup JSNPT dihasilkan oleh gaya pemampatan yang sangat intensif dan kuat dengan komponen utama berasal dari arah utara. Gaya ini juga menghasilkan beberapa jenis antiklin dengan kemiringan curam bahkan sampai mengalami pembalikan (overtuning). Proses ini juga menghasilkan sesar balik yang bersudut lebar (reserve fault). Penebalan batuan kerak yang diduga terbentuk pada awal pliosen ini memodifikasi bentuk daerah JSNPT. Periode ini juga menandai kerak yang bergerak ke arah utara, membentuk sesar Sungkup Mamberamo (The Mamberamo Thrust Belt) dan mengawali alih tempat gautier (The Gautier Offset).

c) Jalur Sesar Naik Mamberamo
Jalur sesar ini memanjang 100 km ke arah selatan dan terdiri dari sesar anak dan sesar geser (shear) sehingga menyesarkan batuan plioesten formasi mamberamo dan batuan kerak Pasifik yang ada di bawahnya. William, (1984) mengenali daerah luas dengan pola struktur tak teratur. Di sepanjang jalur sesar sungkup dijumpai intrusi poton-poton batuan serpih (shale diapirs) dengan radius seluas 50 km, hal ini menandakan zona lemah (sesar

d) Zona Sesar Sorong
Batas lempeng pasifik yang terdapat di Papua barat berupa sesar ke kiri yang dikenal dengan sistem sesar Sorong-Yapen. Zona sesar ini lebarnya 15 km dengan pergeseran diperkirakan mencapai 500 km (Dow, 1985). Sesar ini dicirikan oleh potongan-potongan sesar yang tidak teratur, dan dijumpai adanya bongkahan beberapa jenis litologi yang setempat dikenali sebagai batuan bancuh. Zona sesar ini di sebelah selatan dibatasi oleh kerak kontinen tinggian Kemum dan sedimen cekungan Selawati yang juga menindih kerak di bagian barat. Di utara sesar geser ini ditutupi oleh laut, tetapi di pantai utara menunjukkan harga anomali positif tinggi. Hal ini menandakan bahwa dasar laut ini dibentuk oleh batuan kerak samudera. Lima kilometer kearah barat daya batuan kerak Pasifik tersingkap di Pulau Batanta, terdiri dari lava bawah laut dan batuan gunung api busur kepulauan.
Peredaran beberapa ratus kilometer dari Zona Sesar Sorong-Yapen pertama kali dikenal oleh Visser Hermes (1962). Adalah sesar ke kiri dan berlangsung sejak miosen tengah. Kejadian ini didukung oleh bergesernya anggota batu serpih formasi Tamrau berumur Jura-Kapur yang telah terseret sejauh 260 km dari tempat semula yang ada di sebelah timurnya dan hadirnya blok batuan vulkanik alih tempat (allochtonous) yang berumur miosen tengah sejauh 140 km di daerah batas barat laut Pulau Salawati (Visser & Hermes, 1962).
e) Zona Sesar Wandamen
Sesar Wandamen (Dow, 1984) merupakan kelanjutan dari belokan Sesar Ransiki ke utara dan membentuk batas tepi timur laut daerah kepala burung memanjang ke barat daya Pantai Sasera, dan dari zona kompleks sesar yang sajajar dengan leher burung. Geologi daerah zona sesar Wandamen terdiri dari batuan alas berumur paleozoikum awal, batuan penutup paparan dan batuan sedimen yang berasal dari lereng benua. Kelompok ini dipisahkan oleh zona dislokasi dengan lebar sampai ratusan kilometer, terdiri dari sesar-sesar sangat curam dan zona perlipatan isoklinal.
Perubahan zona arah sesar Wandamen dari tenggara ke timur di tandai bergabungnya sesar-sesar tersebut dengan sesar Sungkup Weyland. Timbulnya alih tempat (allochtonous) yang tidak luas tersusun oleh batuan sedimen Mezozoic. Di atas satuan ini diendapkan kelompok batugamping New Guenia. Jalur Sesar Wandamen dan sesar sungkup lainnya di zona ini merupakan bagian dari barat laut JSNPT.

f) Jalur Lipatan Lengguru
Jalur lipatan lengguru adalah merupakan daerah bertopografi relatif rendah dan jarang yang mencapai ketinggian 1000 m di atas muka laut. Daerah ini dicirikan oleh pegunungan dengan jurus yang memenjang hingga mencapai 50 km, batuanya tersusun oleh batu gamping New Guenia yang resistan. Jalur lipatan ini menempati daerah segitiga leher burung dengan panjang 3000 km dan lebar 100 km di bagian paling selatan dan lebar 30 km di bagian utara. Termasuk di daerah ini adalah batuan paparan sedimen klastik mesozoikum yang secara selaras ditindih oleh batugamping New Guinea (Kapur Awal Miosen). Batuan penutup ini telah mengalami penutupan dan tersesar kuat. Pengerutan atau lebih dikenal dengan thin skin deformation, berarah barat laut dan hampir searah dengan posisi leher burung. Intensitas perlipatan tersebut cenderung melemah ke arah utara zona perlipatan dan meningkat kearah timur laut yang berbatasan dengan Zona Sesar Wandemen (Dow, 1984)
JLL adalah kerak benua yang telah tersungkup-sungkupkan ke arah barat daya di atas kerak benua Kepala Burung (subduksi menyusut atau oblique subduction). Jalur ini telah mengalami rotasi searah jarum jam (antara 75-80 km). Porsi bagian tengah dari JLL ini terlipat kuat sehingga menimbulkan pengerutan. Dow (1985) menyarankan pengkerutan kerak (crustal shortening) ini sebesar 40-60 km. diperkirakan proses pemendekan tersebut masih berlangsung hingga sekarang. Jalur JLL di sebelah timur dibatasi oleh sesar Wandamen di selatan oleh sesar Tarera Aiduna dan dibagian barat oleh sesar Aguni. Hal ini dapat menutup kemungkinan bahwa jalur JLL merupakan perangkap hidrokarbon jenis struktur yang melibatkan batuan alas akibat gaya berat memampat.
      
D. Morfologi Kepulauan Aru dan Pulau Natal (Crhismast)
            Kepulauan Aru terdiri dari empat pulau besar dan 85 pulai kecil disekelilingnya. Kepulauan ini terletak di laut Arafura (dangkalan Sahul), tetapi merupakan pengecualikan, karena pemebtukan kepulauan ini dipengaruhi oleh proses-proses orogenetik termuda di Indonesia. Luas keseluruhan kepulauan ini kurang lebih 8000 kmsedangkan panjangnya dari arah timur laut hingga barat daya sekitar 183 km dan lebarnya 92 km. Pulau-pulau tersebut muncul secara perlahan dari kedalaman 20 m. Sekitar 30 km arah barat kepulauan ini, dasar lautnya turun dengan curam sampai kedalaman 1000 m dan turun lagi sampai basin Aru yang mempunyai kedalaman 3650 m.
            Pulau-pulau ini mempunyai permukaan yang datar dengan ketinggian beberapa puluh meter dari permukaan laut. Bentang alam yang paling unik dari empat pulau besar adalah terdapatnya kanal-kanal yang memisahkan pulau-pulau tersebut.
Pada bagian pantai timur pulau-pulau besar dijumpai rumbai-rumbai karang besar denganlebar sekitar 40 km, sedangkan di pantai barat hanya dijumpai pada tempat-tempat tertentu.
            Pulau Natal (Crhismast) terletak kurang lebih 300 km arah selatan Pulau Jawa. Pulau ini mempunyai ketinggian sekitar 364 mdpl, dengan diameter 14.5 – 19 km dan luas 161 km2  Pulau mempunyai cliff abrasi pada semua pantainya dan merupakan puncak dari kepulauan vulkanis bawah laut, yang muncul dari kedalaman 4500-5000 m. Karena letak dan kedalamannya yang berupa pengunungan bawah laut (timur ke barat), maka pulau ini membatasi palung Jawa sampai ke selatan dan merupakan bagian dari struktur Kepulauan Indonesia. Pulau-pulau kecil dan pulau Cocos yang termasuk deretan punggung palung samudra yang membatasi basin Australia barat sampai ke arah barat laut. Oleh Bemmelen dimasukkan pada bagian sirkum Australia, karena munculnya dasar laut ini merupakan sebagian dari punggungan sirkum Australia.

E. Potensi Fisik Pulau Papua
            Sesuai keadaan fisiografinya, Pulau Papua memiliki potensi fisik yang mempunyai nilai ekonomi tinggi, terutama pada sektor pertambangan mineral dan energi. Potensinya yang cukup besar merupakan peluang bagi investor untuk menanamkan modalnya di sektor ini. Sebagaian besar potensi bahan galian ini belum dimanfaatkan secara optimal. Adapun bahan galian yang cukup menonjol di Pulau Papua meliputi batu bara, timah, minyak bumi dan gas alam, seng, tembaga, emas, serta bahan galian golongan C.

1. Potensi Umum
a) Bahan Galian Strategis
1) Minyak dan Gas Alam
Kawasan Teluk Bintuni memiliki kekayaan alam yang besar khususnya minyak bumi dan gas alam. Potensi minyak bumi di Kawasan Teluk Bintuni tersebar di Kecamatan Bintuni, Merdey, Aranday, dan Babo. Perusahaan PMA maupun PMDN antara lain British Gas, Conoco, Arco, Patrindo dll. Selain kaya akan minyak bumi, kawasan ini juga kaya akan gas bumi. Potensi gas bumi sebesar 13 triliun kaki kubik dengan volume cadangan sebesar 20 triliun kaki kubik.
2) Batu Bara
Terdapat di Kecamatan Bintuni sekitar daerah Horna dengan volume cadangan 4,5 juta metric ton, dan di daerah Tembuni dengan volume cadangan 14,29 juta metric ton. Dari hasil analisis, kandungan batubara terdiri dari Belerang: 44,4 – 51,8%, zat terbang: 40,3 – 49,3%. Nilai kalori yang dihasilkan 5870 – 7935 kalori/kg. Sampai saat ini potensi batubara belum dimanfaatkan secara komersial.

3) Timah
Terdapat di kecamatan Amberbaken di sepanjang S. Wapai, S. Waituru dan S. Warsayomi dan di Kecamatan Anggi di kampung Sutera, kampong Bomas, dan Danau Anggi Gigi. Besarnya deposit mineral ini belum diketahui. Kandungan timahnya berkisar antara 345 – 685 ppm.
4) Emas
Potensi emas terdapat di Tembagapura, Mimika. Sebagian besar lahan potensial ini dikelola oleh perusahaan asing PT. Freeport Indonesia. Pengelolaan telah dimulai sejak tahun 1967.
b) Bahan Galian Vital
1) Seng dan Tembaga
Terdapat di Kecamatan Amberbaken di sepanjang Sungai Wapai, Sungai Waituri dan Sungai Warsyomi dan di Kecamatan Anggi di Desa Sutera, Desa Bomas, dan Danau Anggi Gigi. Deposit bahan galian ini belum dimanfaatkan. Tembaga yang telah diolah ada di Tembagapura (PT. Freeport Indonesia).
            c) Bahan Galian Golongan C
1) Batu Gamping
Cadangan batu gamping di Kabupaten Manokwari sangat melimpah, dengan penyebarannya hampir merata di tiap kecamatan. Di Kecamatan Manokwari volume cadangan sebesar 13,92 milyar ton, di Kecamatan Ransiki volume cadangan sebesar 18,05 juta ton, di Kecamatan Warmare volume cadangan sebesar 2,5 milyar ton, dan di Kecamatan Oransbari volume cadangan sebesar 2,83 milyar ton. Sedangkan di Kecamatan Bintuni, Anggi, Merdey, Wasior, Babo dan Windesi belum dilakukan penelitian volume cadangannya. Batu gamping dapat digunakan untuk pembuatan kapur tohor, bahan bangunan, bahan baku semen, industri logam, dan lain-lain. Sampai saat ini potensi yang melimpah ini baru dimanfaatkan secara terbatas oleh masyarakat untuk keperluan bahan bangunan.
2) Lempung
Terdapat di Kecamatan Manokwari dengan volume cadangan yang belum diketahui. Unsur kandungan lempung berdasarkan hasil penelitian terdiri dari SiO rata-rata 55%, Al2O3 rata-rata 12,3%, MgO rata-rata 1,27% dan Fe2O3 rata-rata 10,4 %. Batu lempung dapat digunakan untuk bahan bangunan, bahan konstruksi jalan, dan bahan baku semen.
3) Pasir Batu
Terdapat di Kecamatan Manokwari dengan volume cadangan 1,855 juta m3 dan di Kecamatan Warmare sebanyak 12,13 juta m3. Pasir batu dapat digunakan untuk bahan bangunan dan bahan konstruksi.
4) Granit
Terdapat di Kecamatan Ransiki dengan volume cadangan sebesar 96, 83 milyar ton dan di Kecamatan Kebar volume cadangannya sebesar 136,35 milyar ton. Sedangkan di Kecamatan Amberbaken belum diketahui cadangannya tetapi diperkirakan diatas 1 milyar ton. Batu granit dapat dipergunakan untuk bahan ubin, dinding, dan batu hias.

2. Potensi Daerah Ertsberg dan Sekitarnya
Daerah meneralisasi Ertsberg (Gunung Bijih) menempati lereng selatan Pegunungan Jayawijaya (Carstensz) yakni daerah yang terangkat paling tinggi dari rangkaian Pegunungan Tengah Irian Jaya. Puncak tertingginya Cartenz Pyramid mencapai ketinggian 5.200 meter. Batuan sedimen tertua di daerah ini ialah anggota teratas kelompok Kembelangan, dengan kisaran umur dari Jura sampai Kapur. Batuannya terutama terdiri dari selang-seling kuarsit dan batu pasir, dan setempat terubah menjadi hornfels karena metamorfosa oleh intrusi.
Anggota kelompok Kembelangan tersebut tertutup secara selaras oleh Formasi Faumai berumur Eosen, yaitu Formasi Basal dari kelompok-batugamping Irian Jaya. Formasi ini terutama terdiri dari berbagai jenis batugamping bioklastik yang mengandung antara lain fosil milidae, algea dengan ciri khas adanya foraminifera besar. Sebagaimana ditunjukkan di lapangan, batuan formasi ini peka untuk metasomatisma terhadap intrusi dioritik yang kemudian dapat termineralisasi. Formasi basal di atas tertutup secara selaras oleh formasi Ainod berumur Oligocene dari kelompok batugamping yang sama. Batuannya berupa sikuens tebal dari batu gamping masif, dan di daerah Ertsberg kontaknya dengan formasi faumai ditanmdai oleh batupasir dengan ketenbalan sampai satu meter.
Lapisan-lapisan sedimen di daerah Ertsberg berjurus barat-laut-tenggara dengan kemiringan sedang kearah timur laut. Ke arah yang sama, kemiringannya semakin curam dan terdapat suatu zona dengan sepasang sinklin berjarak rapat dan menghujam akibat kompresi yang kuat. Sumbu-sumbu sinklinnya hampir sejajar dengan jurus kemiringan lapisan di atas yang juga menggambarkan arah regional. Di sebelah timur lautnya, tersingkap dengan jelas suatu sesar naik yang disisi selatannya menyebabkan patahan normal dan patahan-patahan undak (step fault). Susunan patahan-patahan tersebut mendasari bagian bubungan dari Pegunungan Tengah Irian Jaya tersebut sebelumnya, sedangkan di permukaan membentuk lembah lebar berbentuk huruf U. Dimulai dari sesar naik itu, di bagian timur laut daerah Ertsberg perlipatannya langsung menjadi landai. Beberapa patahan strike-slip tegak memotong perlipatan-perlipatan tersebut dengan arah timur daya-barat laut.
Intrusi-intrusi berukuran relatif kecil terdapat sebagai stock, retas dan sill yang melampar sepanjang patahan-patahan utama tersebut atau pada perpotongannya. Batuan intrusif tersebut berkomposisi diorit sampai monzonit, berbutir sedang yang serba sama sampai porfiritik dengan hornblende, biotit dan piroksin sebagai mineral mafik. Bijih tembaga dengan kadar yang tinggi terdapat dalam skarn-xenolitik, skarn-kontak, dan stockwork. Mineral bijih tembaga yang utama ialah kalkopirit dan bornit, sedang emas terdapat sebagai inklusi di dalamnya. Di daerah Ertsberg, bentang alam dan endapan glasial merupakan ciri yang khas.
a) Endapan Bijih Ertsberg
Tubuh bijih Ertsberg terdiri dari skarn magnetit dengan bentuk seperti gigi yang kearah luar dikelilingi berturut-turut oleh selikat-gamping dan kemudian diorit. Seluruh skarn magnetite ter-breksi, dengan inklusi berbentuk menyudut dan berukuran halus sampai beberapa meter yang terdiri dari karn silikat-gamping, batuan beku, dan kalkopirit masif. Selain itu terdapat banyak rongga dan gua yang dilapisi oleh kalsit, selikat amorf, dan kalkopirit.
Mineral bijih utamanya ialah kalkopirit dan bornit yang berasosiasi dengan galena, bismutit, kovelit,digenit, sfalerit, tembaga alami, perak alami, linnacit, dan tetrahedrit. Umumnya sulfida-sulfida di atas terdapat sebagai hamburan (replacement) foraminifera besar dan bidang perlapisan, blok sampai berdiameter 3 meter, dan pengisian rongga. Emas berbutir halus terdapat sepanjang batas bornit dengan kwarsa atau kalsit.
Ciri-ciri khas dalam skala kecil dan besar menunjukkan bahwa skarn magnetit Ertsberg adalah pengganti dari skarn silikat-gamping yang terbentuk sebelumnya, dan batuan intrusif. Keseluruhan bentuk dan ukuran skarn silikat-gamping dan skarn magnetit mencerminkan suatu potongan besar dari metasoma batugamping foraminifera besar dolomitan yang tertelan (stoped) oleh intrusi dioritik. Cadangan geologi endapan bijih Ertsberg lebih dari 35 juta ton, dengan kadar Cu lebih besar dari 2,0%. Produksi dengan metoda tambang terbuka dimulai tahun 1972, dan dewasa ini tambang sudah ditutup, dengan meninggalkan sedikit sisa cadangan bagian bawah, yang kemudian hari akan ditambang dengan metoda bawah-tanah. Mineralisasi tembaga dalam wilayah kontrak karya FIC selain di Ertsberg atau Gunung Bijih (GB), terdapat pula di daerah sekitarnya, yaitu di Ertsberg East atau Gunung Bijih Timur (GBT), Dom dan Grassberg.
b) Endapan Bijih Ertsberg Timur
Sekitar 1,5 km sebelah timur endapan skarn senolitik Ertsberg, terdapat deposit skarn sentuh Ertsberg Timur. Endapan ini terbentuk di antara batugamping kelompok Irian Jaya terutama dari formasi Faumai dan intrusi dioritik Ertsberg Timur. Menurut keperluan penambangan, kompleks Ertsberg Timur dibagi dari permukaan ke bawah menjadi zona-zona bijih atas (Gunung Bijih Timur, GBT), tengah (intermediate ore zone, IOZ), dan dalam (deep ore zone, DOZ).
Mineral tembaga yang utama ialah bornit dan sedikit kalkopirit, dengan mineral ikutannya idait, kalkosit, kovelit, galena, pirit, sfalerit, pirargit, dan markasit. Emas terdapat sebagai inklusi dalam sulfida tembaga, kalsit dan serpentin. Di GBT, sulfida tembaga terdapat sebagai sebaran dalam antarruang mineral silika-gamping, isian dalam retakan dan rongga, dan urat. Bentuk mineralisasi tembaga itu lebih intensif lagi sepanjang breksi patahan sentuh dengan batu gamping yang termarmerkan.
Di DOZ dan sebagian IOZ, zona bijih utamanya ialah sepanjang breksi patahan sentuh tersebut yang telah digantikan oleh skarn magnetit. Mineral tembaganya terdapat sebagai sebaran dalam antarruang mineral magnetit, dan urat yang seringkali hampir murni/masif. Keseluruhan cadangan Ertsberg Timur berjumlah lebih dari 100 juta ton dengan kadar tembaga lebih dari 2,0%.
c) Endapan Bijih Dom
Dom ialah endapan skarn sentuh lainnya, tapi mineralogi bijihnya mempunyai banyak persamaan dengan endapan Ertsberg. Pada bidang datar, bentuk tubuh bijihnya seperti segitiga yang di bagian tengahnya diterobos oleh diorit tanpa mineralisasi. Seperti pada kedua endapan yang dibahas terdahulu. Kompleks Dom juga sedikit banyak mengalami breksiasi. Mineral tembaga yang utama ialah kalkopirit dengan digenit dan konvelitsebagai ubahan tepi (alteration rim). Mineral tembaga oksidanya termasuk malakhit, limonit pitch, dan delafosit/fenorit

















BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Pulau Papua terbentuk dari interaksi Lempeng Australia dan Pasifik yang menghasilkan bentukan yang khas. Lempeng Australia tersusun oleh batuan sedimen klastik, yang berumur Mesozoikum yang disebut sebagai kelompok kembelangan Terdapat tiga bagian utama pada Pulau Papua yaitu bagian leher, bagian batang/tubuh, dan bagian ekor. Bagian leher sejajar dengan pantai utara, terdapat rangkaian pegunungan yang membujur timur-barat antara Salawati dan Manokwari. Sehingga wilayah terbagi menjadi bagian utara dan selatan oleh depresi memanjang. Bagian batang/tubuh berupa zone memanjang dari tanah rendah dan bukit-bukit, yaitu depresi Memberamo-Bewani yang sebagian jalin-menjalin dengan jalur pantai utara daratan utama. Sedangkan bagian ekor yaitu diantara rangkaian timur laut dan rangkaian tengah terbentang sebuah depresi yang ditandai oleh lembah-lembah Ramu dan Markham. Papua memiliki potensi fisik yang mempumyai nilai ekonomi tinggi terutama pada sektor pertambangan mineral dan energi. Adapun bahan galian tersebut antara lain batu bara, timah, minyak bumi dan gas alam, seig, tembaga, emas, serta bahan galian golongan C.

Comments

Popular posts from this blog

Pendekatan Geografi dalam kehidupan sehari hari